Ujian Nasional |
Baru-baru aja pemerintah lewat bapak Mendikbud saat ini, Bapak Muhadjir Effendy menyatakan bahwa Bapak Presiden Jokowi sudah meng-acc penghapusan UN. Nah, keputusan ini tentu aja menimbulkan reaksi yang berbeda-beda. Tapi, buat yang seneng UN dihapus, eits! Jangan seneng dulu! Usut punya usut ternyata UN diganti dengan USBN. Apa itu USBN? Terus apa ada pro-kontra nya? Yuk sobiwan-sobiwati, mari kita bedah barengan melalui sudut pandang BukanBerkilah.
Apa itu USBN?
USBN itu kepanjangannya Ujian Sekolah Berstandard Nasional sobiwan-sobiwati. Jadi, USBN ini dilaksanakan oleh sekolah-sekolah dan tentunya memiliki standard soal dan kelulusan yang berbeda-beda. Hal ini karena, USBN itu sendiri berlandaskan kepada otonomi daerah. Jadi, standard soal hampir 75% diserahkan kepada provinsi untuk SMA/SMK, dan untuk SD dan SMP diserahkan pada kabupaten/kota. Dari sistem pelaksanaannya sendiri, menurut sumber yang diperoleh BukanBerkilah, yang diujikan adalah semua mata pelajaran dan terdapat jenis soal essai yang disajikan sob. Nah, sisa 25% itu bakal disisipkan soal-soal dari standard nasional.
Terus Apa ada Pro-Kontra dari USBN itu sendiri?
Jawabnya ADA! Ibarat kata, namanya hidup pasti ada aja kan perbedaannya, begitu pula USBN. Yang pro berkilah bahwa USBN lebih baik dari UN karena 75% merupakan kebijakan soal standard daerah masing-masing sob. Di sisi lain, mereka yang kontra pun juga berkilah bahwa USBN justru makin memberatkan dan membebani siswa, karena di dalam pelaksanaanya, semua mata pelajaran diujikan dan terdapat soal essay.
USBN atau UN |
BukanBerkilah Termasuk yang Pro atau Kontra nih?
Well, BukanBerkilah sebenernya dari dulu sangat setuju dengan adanya UN walaupun sudah berulang kali berganti nama. Bahkan, setelah kin menjadi USBN BukanBerkilah pun menjadi sangat-sangat setuju. Kenapa? Gini sobiwan-sobiwati pembaca BukanBerkilah, dalam sudut pandang BukanBerkilah, yang namanya pendidikan itu gak terlepas dari nilai, betoel? Hal ini terlepas dari penting atau tidaknya nilai itu, tetapi coba kita lihat kondisi remaja Indonesia sekarang. Menurut analisa BukanBerkilah sebenarnya mereka yang menolak pelaksanaan UN atau yang sekarang berubah menjadi USBN adalah mereka yang sebenarnya malas belajar. Mereka yang mengatakan "standard UN atau USBN itu memberatkan siswa". Hei! Coba pikirkan! Tidak ada yang berat selama siswa itu sendiri mau belajar, betoel? Gimana mau belajar, lha wong kerjaannya para siswa itu banyak main nya. Ada juga yang bilang "yang penting punya bakat/minat, nilai itu gak penting!". Coba kita renungkan kata-kata itu sobiwan-sobiwati. Fakta lapangan, gak cuma mereka yang punya bakat/minat yang ngomong gitu, tapi kebanyakan adalah mereka yang malas belajar dan sebenarnya kurang pandai dalam palajaran. Sekarang gini aja, iya kalau sobiwan-sobiwati punya bakat/minat atau punya kecerdasan, nah kalau gak punya? Analogi simpelnya gini, udah males belajar, gak punya bakat/minat, otak pun pas-pas an. Terus mau jadi apa mereka nanti? Membebani negara? Bukan maksud BukanBerkilah mau mencela salah satu pihak, tapi bukankah memang begitu fakta yang ada di lapangan?
Jadi, terlepas sobiwan-sobiwati termasuk yang pro atau kontra, mari kita lihat dahulu efek positif menurut sudut pandang BukanBerkilah dari UN yang sekarang berganti menjadi USBN
- USBN yang menjadi 75% kewenangan daerah tentu akan memudahkan mereka yang tinggal di daerah tertinggal tanpa harus serta merta menyesuaikan standard pendidikannya dengan daerah pusat.
- USBN memiliki soal essay, ini memiliki dampak positif bagi siswa untuk lebih belajar tentang proses dan pemhaman materi, tidak melulu soal hasil saja. Tentunya ini akan menjadikan mereka para siswa belajar menghargai proses, karena proses itu sangat penting.
- Adanya USBN mempermudah pemerintah untuk memantau perkembangan pendidikan di Indonesia secara merata dan sesuai standard daerah masing-masing.
Nah, kalau dari sisi negatifnya, BukanBerkilah pernah denger kalau ada yang bilang dengan adanya UN (ataupun nantinya jadi USBN) itu mendorong siswa untuk menyontek karena sulitnya soal yang diujikan. Hei! Bukankah kalau tidak paham materi itu kuncinya belajar? Lha gimana mau pinter kalau belajar aja males? Terus kalau nyontek yang disalahin UN/USBN? Bukankah yang seharusnya disalahkan dan disadarkan itu siswanya? Betoel?
Selain itu ada pula yang berkilah UN/USBN itu dananya sungguh besar untuk pelaksanaannya. Bahkan ada yang berceletuk "mending dananya untuk kesejahteraan guru". Namanya berpendapat itu sah-sah saja. Namun, menurut BukanBerkilah alangkah baiknya kalau untuk kesejahteraan guru memang dinaikkan, tetapi dengan anggaran sendiri, jangan lalu serta merta menghapuskan UN/USBN demi kesejahteraan guru. Lalu kalau anggaran UN/USBN dipindahkan untuk mensejahterakan guru, bagaimana pemerintah bisa memantau tingkat standard pendidikan di Indonesia? Oke, ada yang bilang "gak harus pake UN kan bisa?". Lantas pakai apa? Indonesia ini masih negara berkembang lho sobiwan-sobiwati, jangan melulu disamakan dengan negara tetangga yang tidak ada standard UN/USBN.
Pelan-pelan saja kita berproses. Kalau memang pada waktunya UN/USBN memang dihapuskan, harapan BukanBerkilah semoga bukan karena kekhawatiran semu, dimana kekhawatiran akan kegagalan untuk lulus karena kemalasan dari para siswanya untuk belajar, tetapi karena memang kualitas siswa Indonesia memang sudah layak dan mampu menjadikan Indonesia lebih baik lagi.
Singkatnya, semoga sedikit coretan BukanBerkilah ini bisa menjadi bahan pemikiran bersama untuk menjadikan sobiwan-sobiwati menjadi lebih menghargai proses (terutama UN/USBN) tanpa mengkhianati hasil.
Good Luck sobiwan-sobiwati!
kalau saya sih netral aja gan, soalnya udah melewati UN.. hahahaha
ReplyDeletehaha...iya nih gan...sama..ane juga udah lulus untungnya :D
Deleteane netral juga gan..
ReplyDeletenetral aja lah gan :D
ReplyDeletemending ga usah ada deh
ReplyDeletemending gak usah sekolah aja gimana mas bukber? :D
ReplyDeleteHuh untung udah lulus wkwkwkwkwkwwkk :D
ReplyDelete